Pp No. 33 Tahun 2012 Ihwal Proteksi Air Susu Ibu Eksklusif

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 2012
TENTANG
PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 129 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 perihal Kesehatan, perlu memutuskan Peraturan Pemerintah perihal Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 perihal Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

MEMUTUSKAN:

1. Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

  1. Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI yaitu cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu.
  2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif yaitu ASI yang diberikan kepada Bayi semenjak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan kuliner atau minuman lain.
  3. Bayi yaitu anak dari gres lahir hingga berusia 12 (dua belas) bulan.
  4. Keluarga yaitu suami, anak, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan ke bawah hingga dengan derajat ketiga.
  5. Susu Formula Bayi yaitu susu yang secara khusus diformulasikan sebagai pengganti ASI untuk Bayi hingga berusia 6 (enam) bulan.
  6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yaitu suatu alat dan/atau tempat yang dipakai untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
  7. Tenaga Kesehatan yaitu setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta mempunyai pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melaksanakan upaya kesehatan.
  8. Tempat Kerja yaitu ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu perjuangan dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
  9. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah yaitu Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  10. Pemerintah Daerah yaitu gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat kawasan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
  11. Menteri yaitu menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Pasal 2

Pengaturan pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk:
a. menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif semenjak dilahirkan hingga dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya;
b. menunjukkan proteksi kepada ibu dalam menunjukkan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan
c. meningkatkan kiprah dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif

BAB II
TANGGUNG JAWAB
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab Pemerintah
Pasal 3

Tanggung jawab Pemerintah dalam kegiatan pemberian ASI Eksklusif meliputi:
a. memutuskan kebijakan nasional terkait kegiatan pemberian ASI Eksklusif;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kegiatan pemberian ASI Eksklusif;
c. menunjukkan pembinaan mengenai kegiatan pemberian ASI Eksklusif dan penyediaan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya;
d. mengintegrasikan materi mengenai ASI Eksklusif pada kurikulum pendidikan formal dan nonformal bagi Tenaga Kesehatan;
e. membina, mengawasi, serta mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian kegiatan pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat;
f. membuatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan ASI Eksklusif;
g. membuatkan kolaborasi mengenai kegiatan ASI Eksklusif dengan pihak lain di dalam dan/atau luar negeri; dan
h. menyediakan ketersediaan susukan terhadap warta dan edukasi atas penyelenggaraan kegiatan pemberian ASI Eksklusif.

Bagian Kedua
Tanggung Jawab Pemda Provinsi
Pasal 4

Tanggung jawab pemerintah kawasan provinsi dalam kegiatan pemberian ASI Eksklusif meliputi:
a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka kegiatan pemberian ASI Eksklusif;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kegiatan pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi;
c. menunjukkan pembinaan teknis konseling menyusui dalam skala provinsi;
d. menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya dalam skala provinsi;
e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan pencapaian kegiatan pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala provinsi;
f. menyelenggarakan, memanfaatkan, dan memantau penelitian dan pengembangan kegiatan pemberian ASI Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan provinsi;
g. membuatkan kolaborasi dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. menyediakan ketersediaan susukan terhadap warta dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi.

Bagian Ketiga
Tanggung Jawab Pemda Kabupaten/Kota
Pasal 5

Tanggung jawab pemerintah kawasan kabupaten/kota dalam kegiatan pemberian ASI Eksklusif meliputi:
a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka kegiatan pemberian ASI Eksklusif;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kegiatan pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota;
c. menunjukkan pembinaan teknis konseling menyusui dalam skala kabupaten/kota;
d. menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya dalam skala kabupaten/kota;
e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan pencapaian kegiatan pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala kabupaten/kota;
f. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kegiatan pemberian ASI Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan kabupaten/kota;
g. membuatkan kolaborasi dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. menyediakan ketersediaan susukan terhadap warta dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota.

BAB III
AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6

Setiap ibu yang melahirkan harus menunjukkan ASI Eksklusif kepada Bayi yang dilahirkannya.

Pasal 7

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak berlaku dalam hal terdapat:
a. indikasi medis:
b. ibu tidak ada; atau
c. ibu terpisah dari Bayi.

Pasal 8

  1. Penentuan indikasi medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 karakter a dilakukan oleh dokter.
  2. Dokter dalam memilih indikasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar mekanisme operasional.
  3. Dalam hal di kawasan tertentu tidak terdapat dokter, penentuan ada atau tidaknya indikasi medis sanggup dilakukan oleh bidan atau perawat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Inisiasi Menyusu Dini
Pasal 9

  1. Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melaksanakan inisiasi menyusu dini terhadap Bayi yang gres lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam.
  2. Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meletakkan Bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit Bayi menempel pada kulit ibu.

Pasal 10

  1. Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib menempatkan ibu dan Bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung kecuali atas indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter.
  2. Penempatan dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memudahkan ibu setiap ketika menunjukkan ASI Eksklusif kepada Bayi.

Bagian Ketiga
Pendonor Air Susu Ibu
Pasal 11

  1. Dalam hal ibu kandung tidak sanggup menunjukkan ASI Eksklusif bagi bayinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, pemberian ASI Eksklusif sanggup dilakukan oleh pendonor ASI.
  2. Pemberian ASI Eksklusif oleh pendonor ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persyaratan:
    a. ajakan ibu kandung atau Keluarga Bayi yang bersangkutan;
    b. identitas, agama, dan alamat pendonor ASI diketahui dengan terperinci oleh ibu atau Keluarga dari Bayi akseptor ASI;
    c. persetujuan pendonor ASI sehabis mengetahui identitas Bayi yang diberi ASI;
    d. pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak mempunyai indikasi medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; dan
    e. ASI tidak diperjualbelikan.
  3. Pemberian ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dilaksanakan menurut norma agama dan mempertimbangkan aspek sosial budaya, mutu, dan keamanan ASI.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ASI Eksklusif dari pendonor ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 12

  1. Setiap ibu yang melahirkan Bayi harus menolak pemberian Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya.
  2. Dalam hal ibu yang melahirkan Bayi meninggal dunia atau oleh alasannya yaitu lain sehingga tidak sanggup melaksanakan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penolakan sanggup dilakukan oleh Keluarga.

Bagian Keempat
Informasi dan Edukasi

Pasal 13

(1) Untuk mencapai pemanfaatan pemberian ASI Eksklusif secara optimal, Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib menunjukkan warta dan edukasi ASI Eksklusif kepada ibu dan/atau anggota Keluarga dari Bayi yang bersangkutan semenjak investigasi kehamilan hingga dengan periode pemberian ASI Eksklusif selesai.
(2) Informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai:
a. laba dan keunggulan pemberian ASI;
b. gizi ibu, persiapan dan mempertahankan menyusui;
c. akhir negatif dari pemberian kuliner botol secara parsial terhadap pemberian ASI; dan
d. kesulitan untuk mengubah keputusan untuk tidak menunjukkan ASI.
(3) Pemberian warta dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sanggup dilakukan melalui penyuluhan, konseling dan pendampingan.
(4) Pemberian warta dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup dilakukan oleh tenaga terlatih.

Bagian Kelima
Sanksi Administratif
Pasal 14

(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), atau Pasal 13 ayat (1) dikenakan hukuman administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. pencabutan izin.
(2) Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), atau Pasal 13 ayat (1) dikenakan hukuman administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
a. teguran lisan; dan/atau
b. teguran tertulis.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan hukuman administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB IV
PENGGUNAAN SUSU FORMULA BAYI DAN PRODUK BAYI LAINNYA
Pasal 15

Dalam hal pemberian ASI Eksklusif tidak dimungkinkan menurut pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bayi sanggup diberikan Susu Formula Bayi.

Pasal 16

Dalam menunjukkan Susu Formula Bayi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Tenaga Kesehatan harus menunjukkan peragaan dan klarifikasi atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi kepada ibu dan/atau Keluarga yang memerlukan Susu Formula Bayi.

Pasal 17

(1) Setiap Tenaga Kesehatan dihentikan menunjukkan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang sanggup menghambat kegiatan pemberian ASI Eksklusif kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2) Setiap Tenaga Kesehatan dihentikan mendapatkan dan/atau mempromosikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang sanggup menghambat kegiatan pemberian ASI Eksklusif.

Pasal 18


  1. Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dihentikan menunjukkan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang sanggup menghambat kegiatan pemberian ASI Eksklusif kepada ibu Bayi dan/atau keluarganya, kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
  2. Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dihentikan mendapatkan dan/atau mempromosikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang sanggup menghambat kegiatan pemberian ASI Eksklusif.
  3. Dalam hal terjadi tragedi atau darurat, penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan sanggup mendapatkan derma Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya untuk tujuan kemanusiaan sehabis menerima persetujuan dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
  4. Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dihentikan menyediakan pelayanan di bidang kesehatan atas biaya yang disediakan oleh produsen atau biro Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya.

Pasal 19

Produsen atau biro Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya dihentikan melaksanakan kegiatan yang sanggup menghambat kegiatan pemberian ASI Eksklusif berupa:
a. pemberian pola produk Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya secara cuma-cuma atau bentuk apapun kepada penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Tenaga Kesehatan, ibu hamil,atau ibu yang gres melahirkan;
b. penawaran atau penjualan pribadi Susu Formula Bayi ke rumah-rumah;
c. pemberian serpihan harga atau perhiasan atau sesuatu dalam bentuk apapun atas pembelian Susu Formula Bayi sebagai daya tarik dari penjual;
d. penggunaan Tenaga Kesehatan untuk menunjukkan warta perihal Susu Formula Bayi kepada masyarakat; dan/atau
e. pengiklanan Susu Formula Bayi yang dimuat dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, dan media luar ruang.

Pasal 20

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 karakter e dikecualikan jikalau dilakukan pada media cetak khusus perihal kesehatan.
(2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sehabis memenuhi persyaratan:
a. menerima persetujuan Menteri; dan
b. memuat keterangan bahwa Susu Formula Bayi bukan sebagai pengganti ASI.

Pasal 21


  1. Setiap Tenaga Kesehatan, penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, organisasi profesi di bidang kesehatan dan termasuk keluarganya dihentikan mendapatkan hadiah dan/atau derma dari produsen atau biro Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang sanggup menghambat keberhasilan kegiatan pemberian ASI Eksklusif.
  2. Bantuan dari produsen atau biro Susu Formula Bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup diterima hanya untuk tujuan membiayai kegiatan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis.

Pasal 22

Pemberian derma untuk biaya pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) sanggup dilakukan dengan ketentuan:
a. secara terbuka;
b. tidak bersifat mengikat;
c. hanya melalui Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, dan/atau organisasi profesi di bidang kesehatan; dan
d. tidak menampilkan logo dan nama produk Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya pada ketika dan selama kegiatan berlangsung yang sanggup menghambat kegiatan pemberian ASI Eksklusif.

Pasal 23


  1. Tenaga Kesehatan yang mendapatkan derma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib menunjukkan pernyataan tertulis kepada atasannya bahwa derma tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan kegiatan pemberian ASI Eksklusif.
  2. Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang mendapatkan derma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib menunjukkan pernyataan tertulis kepada Menteri bahwa derma tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan kegiatan pemberian ASI Eksklusif.
  3. Penyelenggara satuan pendidikan kesehatan yang mendapatkan derma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib menunjukkan pernyataan tertulis kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan bahwa derma tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan kegiatan pemberian ASI Eksklusif.
  4. Pengurus organisasi profesi di bidang kesehatan yang mendapatkan derma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib menunjukkan pernyataan tertulis kepada Menteri bahwa derma tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan kegiatan pemberian ASI Eksklusif.

Pasal 24

Dalam hal Pemerintah dan/atau Pemda mendapatkan derma biaya pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis maka penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 25

(1) Setiap produsen atau biro Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya dihentikan menunjukkan hadiah dan/atau derma kepada Tenaga Kesehatan, penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, dan organisasi profesi di bidang kesehatan termasuk keluarganya yang sanggup menghambat keberhasilan kegiatan pemberian ASI Eksklusif, kecuali diberikan untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2).
(2) Setiap produsen atau biro Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang melaksanakan pemberian derma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menunjukkan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. nama akseptor dan pemberi bantuan;
b. tujuan diberikan bantuan;
c. jumlah dan jenis bantuan; dan
d. jangka waktu pemberian bantuan.

Pasal 26

(1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, dan/atau organisasi profesi di bidang kesehatan yang mendapatkan derma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 karakter c wajib menunjukkan laporan kepada Menteri, menteri terkait, atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama pemberi dan akseptor bantuan;
b. tujuan diberikan bantuan;
c. jumlah dan jenis bantuan; dan
d. jangka waktu pemberian bantuan.

Pasal 27

Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 disampaikan kepada Menteri, menteri terkait, atau pejabat yang ditunjuk paling singkat 3 (tiga) bulan terhitung semenjak tanggal penerimaan bantuan.

Pasal 28

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan Susu Formula Bayi dan produk bayi lainnya diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 29

(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (1), dikenakan hukuman administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. pencabutan izin.
(2) Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan, pengurus organisasi profesi di bidang kesehatan serta produsen dan biro Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 19, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 26 ayat (1) dikenakan hukuman administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
a. teguran lisan; dan/atau
b. teguran tertulis.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan hukuman administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB V
TEMPAT KERJA DAN TEMPAT SARANA UMUM
Pasal 30


  1. Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus mendukung kegiatan ASI Eksklusif.
  2. Ketentuan mengenai dukungan kegiatan ASI Eksklusif di Tempat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perusahaan antara pengusaha dan pekerja/buruh, atau melalui perjanjian kerja bersama antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.
  3. Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus menyediakan kemudahan khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan kemudahan khusus menyusui dan/atau memerah ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 31

Tempat Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 terdiri atas:
a. perusahaan; dan
b. perkantoran milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta.

Pasal 32

Tempat sarana umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 terdiri atas:
a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
b. hotel dan penginapan;
c. tempat rekreasi;
d. terminal angkutan darat;
e. stasiun kereta api;
f. bandar udara;
g. pelabuhan laut;
h. pusat-pusat perbelanjaan;
i. gedung olahraga;
j. lokasi penampungan pengungsi; dan
k. tempat sarana umum lainnya.

Pasal 33

Penyelenggara tempat sarana umum berupa Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus mendukung keberhasilan kegiatan pemberian ASI Eksklusif dengan berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui sebagai berikut:
a. menciptakan kebijakan tertulis perihal menyusui dan dikomunikasikan kepada semua staf pelayanan kesehatan;
b. melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan menyusui tersebut;
c. menginformasikan kepada semua ibu hamil perihal manfaat dan administrasi menyusui;
d. membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama persalinan;
e. membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya;
f. menunjukkan ASI saja kepada Bayi gres lahir kecuali ada indikasi medis;
g. menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu 24 (dua puluh empat) jam;
h. menganjurkan menyusui sesuai ajakan Bayi;
i. tidak memberi dot kepada Bayi; dan
j. mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut sehabis keluar dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Pasal 34

Pengurus Tempat Kerja wajib menunjukkan kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk menunjukkan ASI Eksklusif kepada Bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di Tempat Kerja.

Pasal 35

Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum wajib menciptakan peraturan internal yang mendukung keberhasilan kegiatan pemberian ASI Eksklusif.

Pasal 36

Setiap pengurus Tempat Kerja dan/atau penyelenggara tempat sarana umum yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (3), atau Pasal 34, dikenakan hukuman sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 37

(1) Masyarakat harus mendukung keberhasilan kegiatan pemberian ASI Eksklusif baik secara perorangan, kelompok, maupun organisasi.
(2) Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. pemberian sumbangan pemikiran terkait dengan penentuan kebijakan dan/atau pelaksanaan kegiatan pemberian ASI Eksklusif;
b. penyebarluasan warta kepada masyarakat luas terkait dengan pemberian ASI Eksklusif;
c. pemantauan dan penilaian pelaksanaan kegiatan pemberian ASI Eksklusif; dan/atau
d. penyediaan waktu dan tempat bagi ibu dalam pemberian ASI Eksklusif.
(3) Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
PENDANAAN
Pasal 38

Pendanaan kegiatan pemberian ASI Eksklusif sanggup bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 39

(1) Menteri, menteri terkait, kepala forum pemerintah non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan pemberian ASI Eksklusif sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk:
a. meningkatkan kiprah sumber daya insan di bidang kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan satuan pendidikan kesehatan dalam mendukung keberhasilan kegiatan pemberian ASI Eksklusif;
b. meningkatkan kiprah dan dukungan Keluarga dan masyarakat untuk keberhasilan kegiatan pemberian ASI Eksklusif; dan
c. meningkatkan kiprah dan dukungan pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara sarana umum untuk keberhasilan kegiatan pemberian ASI Eksklusif.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. advokasi dan sosialisasi peningkatan pemberian ASI Eksklusif;
b. pembinaan dan peningkatan kualitas Tenaga Kesehatan dan tenaga terlatih; dan/atau
c. monitoring dan evaluasi.
(4) Menteri, menteri terkait, kepala forum pemerintah non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sanggup mengikutsertakan masyarakat.

Pasal 40

(1) Pengawasan terhadap produsen atau biro Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang melaksanakan kegiatan pengiklanan Susu Formula Bayi yang dimuat dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, dan media luar ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 karakter e dilaksanakan oleh tubuh yang melaksanakan kiprah pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan terhadap produsen atau biro Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan kepala tubuh yang melaksanakan kiprah pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 41

Pada ketika Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pengurus Tempat Kerja dan/atau penyelenggara tempat sarana umum, wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling usang 1 (satu) tahun.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42

Pada ketika Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan yang mengatur perihal pemberian ASI Eksklusif dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 43

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Maret 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Maret 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 58
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan

Link untuk mengunduh >> Peraturan Pemerintah nomor 33 TAHUN 2012